EKS BIOSKOP INDRA: Dokumen Lelang Ditutup Rapat

Dokumen lelang pengadaan paket proyek tahap I, II dan III Gedung Sentra PKL Eks Bioskop Indra, sebenarnya bisa menunjukkan sejumlah informasi penting terkait dengan ada tidaknya ketidakberesan dalam proses lelang. Mulai dari pelanggaran rambu-rambu lelang cepat hingga dugaan persekongkolan. Namun Pemda DIY menutup rapat dokumen itu dan menganggapnya dokumen rahasia. Berikut laporan wartawan Harian Jogja Bhekti Suryani.

Organisasi perangkat daerah yang berkaitan dengan proses tender pengadaan sentra PKL Malioboro eks Bioskop Indra menutup rapat dokumen lelang proyek tersebut saat media ini mencoba meminta.

Baik Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan ESDM DIY sebagai leading sector proyek, hingga Bagian Layanan Pengadaan Biro Administrasi Pembangunan Setda DIY kompak tak mau memberikan dokumen lelang barang satupun. Baik itu pada Tahap I yang menggunakan metode cepat maupun Tahap II dan III yang memakai metode lelang umum.

-- ilustrasi. - Harian Jogja/Hengki Kurniawan

Dokumen-dokumen lelang antara lain terdiri dari dokumen perencanaan, pemilihan, penawaran, dan dokumen evaluasi. Sebagian di antaranya memuat rancangan dokumen kontrak antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan si penyedia barang/jasa.

Padahal dengan menelusuri dokumen itu, bisa diketahui siapa saja kontraktor selain PT Matra Karya yang terundang oleh aplikasi Sistem Informasi Kinerja Penyedia (Sikap) untuk mengikuti tender proyek Tahap I lahan eks Bioskop Indra; bagaimana hasil evaluasi lelang oleh panitia lelang; hingga Pemda menjatuhkan pilihan ke PT Matra Karya sebagai pemenang proyek melalui lelang cepat.

Dokumen itu juga bisa membuka tabir ada tidaknya persekongkolan di proyek Tahap II dan III yang perusahaannya terafiliasi pada orang yang sama, yakni Muhammad Luthfi Setiabudi melalui PT Ardi Tekindo Perkasa dan CV Setiabudi Jaya Perkasa.

Kepala Bidang Cipta Karya DPU DIY Arief Azazie Zain berdalih dia tak berhak mengeluarkan dokumen tersebut karena wewenang Bagian Layanan Pengadaan.

Kepala Bagian Layanan Pengadaan Biro Administrasi Pembangunan Setda DIY, Cahyo Widayat, juga enggan mengeluarkan dokumen itu dan mengungkap alasan teknis kenapa proyek ini bisa dimenangkan PT Matra Karya maupun PT Ardi Tekindo Perkasa ( Tahap II) dan CV Setiabudi Jaya Perkasa ( Tahap III).

“Kami merujuk aturan Kementerian PU dan Perumahan Rakyat [Kepmen PU No. 451/KPTS/M/2017 tentang Daftar Informasi yang Dikecualikan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat] . Dokumen lelang tidak boleh dibuka ke publik,” ungkap Cahyo Widayat.

Peneliti ICW Kes Tuturoong, punya pandangan berbeda ihwal sikap Pemda DIY yang tertutup terhadap segala dokumen pengadaan.

Menurut dia, Kepmen PU No. 451/2017 tersebut tidak bisa dijadikan dalih untuk menutupi dokumen publik. “Kepmen itu berlakunya ke dalam atau internal Kementerian Pekerjaan Umum, bukan ke luar [seperti Pemda DIY],” jelas Kes Tuturoong.

Kajian ICW pada 2018 terhadap 44 putusan Komisi Informasi Publik (KIP) tentang permohonan dokumen lelang yang terbit pada 2010-2017 menemukan tidak ada satu pun putusan yang menyatakan dokumen lelang adalah dokumen atau informasi yang tertutup untuk publik.

“Dari 44 putusan itu, 16 putusan mengabulkan permohonan [membuka dokumen lelang], tiga putusan mengabulkan sebagian karena harus ada yang dihitamkan karena mengandung informasi pribadi. Sisanya menolak atau gugur, tapi itu menolak bukan karena menganggap dokumen lelang adalah dokumen tertutup, melainkan karena syarat administrasi pemohon yang tidak terpenuhi,” kata Kes.

Bahkan menurut Kes, salah satu permohonan dokumen lelang yang dikabulkan KIP yakni dokumen kontrak antara PSSI dengan MNC terkait dengan hak siar Timnas U-19 pada 2013/2014. “Padalah pemohonnya [dalam kasus itu] Forum Diskusi Suporter di Facebook, netizen di Facebook. Itu saja bisa dikabulkan permohonannya,” kata dia.

-- ilustrasi. - Harian Jogja/Hengki Kurniawan

Modus Lelang

Direktur PT Putra Bintang Abadi Group, Bima Bhakti Nusantara turut bercerita ihwal seluk beluk pengadaan barang dan jasa pemerintah di DIY. PT Bintang Abadi Group merupakan salah satu perusahaan yang ikut mendaftar di proyek eks Bioskop Indra Tahap II, namun tidak mengajukan penawaran harga. Menurut dia, banyak hal yang menyebabkan perusahaannya tak mengajukan penawaran harga.

“Mungkin syarat dan pengalaman kerja enggak punya, persyaratan administrasi enggak memenuhi, modal juga enggak mencukupi. SDM dan peralatan enggak memadai. Selain itu kadang penyedia punya proyek di kota lain jadi mengukur kemampuan juga, jadi kadang sering enggak ikut mengajukan penawaran harga,” kata Bima Bhakti Nusantara.

Namun demikian, kata dia, di luar alasan normatif tersebut, ada banyak hal yang menyebabkan lelang pemerintah minim penawar. Bima mengungkapkan banyak praktik buruk dalam dunia lelang yang tidak sesuai aturan. Misalnya modus “pinjam bendera” atau meminjam nama perusahaan lain, untuk ikut lelang; menggunakan kekuasaan untuk menekan pemerintah agar berhasil jadi pemenang lelang; kedekatan dengan penguasa mulai dari kepala dinas hingga bagian pengadaan, dan sejumlah modus lain.

“Yang pasti, siapa yang punya pengaruh bisa dapat proyek. Kalau teknisnya seperti apa saya enggak tahu. Yang jelas biasanya yang berpengaruh itu punya kekuatan. Bisa banyak hal, bisa dekat dengan bupati, gubernur, kepala dinas. Atau bisa juga [karena dia petinggi] partai atau punya massa,” ungkap dia.

Terkait dengan proyek lelang cepat eks Bioskop Indra tahap pertama, Bima mengaku perusahaannya tak ikut diundang oleh sistem sebagai peserta apalagi mengajukan penawaran.

Ia bahkan tak mengetahui ada proyek tahap I senilai Rp44 miliar tersebut. (Bersambung)

Penulis : Bhekti Suryani
Sumber: Harianjogja.com, 22 November 2019
*Laporan ini merupakan hasil kolaborasi Harian Jogja dengan dua media lainnya, Kompas dan Gatra. Reportase dilakukan pada rentang Juli-Oktober 2019.